Kartu kredit hadir sebagai alat bantu keuangan, bukan sumber masalah. Penggunanya harus bijak dan memiliki perhitungan yang matang agar tidak terjebak utang.
Sumber : Infobank
Jangan cepat tergoda gesekan pertama. Di era digital ini, suara klik dan tap dari kartu kredit bisa terdengar semanis melodi promo. Tapi, jika tak hati-hati, dompet bisa ikut nyanyi, dalam nada sedih. Kartu kredit memang menggoda, dengan cashback, reward points, hingga cicilan 0%. Semuanya terlihat seperti jalan pintas menuju kenyamanan. Tapi, seperti kata pepatah keuangan modern, “swipe now, cry later”. Kalau tak cermat, bisa jadi beban finansial yang sulit diselesaikan.
Caroline M. Margareta, Senior Vice President Cards & Loan Product Head Bank DBS Indonesia, menegaskan bahwa kartu kredit seharusnya menjadi alat bantu finansial, bukan sumber masalah. “Kartu kredit itu sebenarnya membantu mengelola keuangan. Tapi, orangnya juga harus bijak, tahu penghasilannya berapa dan yang mereka bisa bayar untuk kartu kredit berapa,” ujar Caroline kepada Infobank, bulan lalu. Menurutnya, memiliki kartu kredit tak cukup hanya dengan memenuhi syarat usia dan penghasilan tetap, tapi juga membutuhkan kesiapan mental dan pemahaman finansial yang matang.
Limit kartu kredit memang disesuaikan dengan penghasilan penggunanya. Namun, bukan berarti seluruh limit itu bisa dihabiskan begitu saja. Caroline mengingatkan pentingnya mengukur kapasitas pembayaran, terutama saat tergoda dengan program cicilan 0% yang banyak ditawarkan. Meski terdengar ringan dan menguntungkan, program ini tetap harus diperhitungkan dengan cermat.