Harga energi tak menentu, tersengat panas konflik di Barat dan Timur Tengah. Multifinance yang bermain di pembiayaan alat berat pun dihadapkan pada dilema: bertahan di pasar itu atau mulai alihkan portofolio?
Sumber: Istimewa
KETEGANGAN geopolitik yang kembali memanas di Timur Tengah, juga konflik Rusia Ukraina yang tak kunjung berakhir, bukan hanya menciptakan kekhawatiran global, tapi juga telah mengirimkan gelombang kejut ke pasar komoditas dunia. Harga minyak mentah – indikator utama stabilitas energi global – sempat melonjak pada pertengahan 2024. Brent Oil sempat menyentuh angka US$86,60 per barel di Juni 2024, sebelum anjlok men jadi US$67,61 per barel di Juni 2025, atau turun 21,93% secara tahunan (yoy). Harga Crude Oil WTI bahkan jatuh lebih dalam, minus 32,93% yoy.
Volatilitas harga energi ini menciptakan ketidakpastian bagi banyak negara, termasuk Indonesia, pengimpor minyak sebanyak 16,88 juta ton sepanjang 2024. Dampak nya berlapis, mulai dari naiknya biaya logistik, tertekan nya daya beli, hingga tertundanya ekspansi industri padat energi seperti tambang, perkebunan, dan konstruksi. Padahal, sektor-sektor inilah yang menjadi penyokong utama permintaan alat berat, dan secara langsung terkait dengan kinerja pembiayaan di sektor ini.