Jual-beli unit kendaraan “STNK only” belakangan marak di media sosial. Unit berstatus jaminan fidusia banyak dipindahtangankan secara ilegal dan bikin pusing pelaku industri pembiayaan. Jika terus dibiarkan, praktik ini bisa mengancam stabilitas industri pembiayaan.
Sumber : Istimewa
PRAKTIK jual-beli kendaraan bermotor cuma bermodal Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), tanpa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), kini menjadi fenomena nasional yang bikin geleng-geleng. Ratusan komunitas daring “STNK only” berseliweran di media sosial, lengkap dengan transaksi cepat antarindividu. Harga miring membuat banyak orang langsung ngegas tanpa pikir panjang. Padahal, risikonya tidak main-main. Unit bisa disita, masalah hukum mengintai, dan perpanjangan pajak jelas mustahil tanpa BPKB. Tapi, orang tetap nekat, seolah aturan cuma dekorasi belaka.
Bagi pembeli, risiko hukum membeli unit kendaraan STNK only sangat besar. Sebagian masyarakat menganggap STNK sudah cukup untuk menggunakan kendaraan di jalan. Padahal, sebenarnya BPKB tetap satu-satunya bukti kepemilikan yang sah secara hukum. Tanpa itu, pembeli dapat kehilangan kendaraannya kapan saja, terutama jika kendaraan itu masih berstatus kredit yang belum lunas. Dengan kata lain, membeli kendaraan tanpa BPKB sama saja membeli kendaraan “bodong”.